Friday, April 2, 2010

Cendrawasih 395 A (Part 1)


Banyak hal yang memebuatku tertarik kembali ke masa awal perjuanganku, pejuangan untuk menambah pengetahuaku di tingkat Universitas. Membawa trevel bag plus kantongan dan dos yang entah berisi barang khas dari kampug (pisang dkk). Wajah lugu, malu, senyam senyum tidak jelas dan diiringi dengan keluarga sekampug, oh… statemen kelaurga sekampuig itu syukur tidak terjadi. Menjadi mandiri tanpa harus merepotkan orang tua. Bermodalka nekat dan uang tabungan ke Makassar untuk bimbel di bimbigan belajar X. bercita-cita masuk universitas dan entah kenapa Itulah cita-cita tertinggiku saat itu.
Tempat terteduh yang pernah kutemui di Makassar “I am welcome cendrawasih 395 A.”
Rumah yang cukup luas, 6 kamar dengan penghuni 12 orang plus seorang manusia kiriman dari sebuah kampong yang masih berada di Indonesia tepatnya Sulawesi selatan tapi tetap tidak ada di peta. Seorang kemanakan dari om ku. Dan yang paling mengganggu adalah karena berjenis kelamin laki-laki. Dan sekali lagi selamat datang in your bad room, kamar tidur berukuran 3x4yang sangat asri dengan lampu remang-remang satu tempat tidur ukuran no 2, dua lemari pakain yang sudah penuh dan satu lemari buku yang sama berjubelnya.membutku dengan senang hati meletakkan pakain di atas trevel bag yang terbuka dan menyusunya rapi terus di tutup dengan selembar kain, mmmm…rapi dan yah rapi.
Tidak ingat lagi apa hal yang pertama ku lakukan di rumah itu, tapi karena di minta bercerita, aku bercerita atau tidak, saya lupa lupa ingat. Dan hari pertama tentunya aku masih jaim dan manis, sopan dll.
Hari pertama….
Hari pertama, bangun pagi makan bersama mmmm….saat yang paling indah selama di cedrawasih saat makan bersama di depan tv dengan gaya masing-masing dan dilanjutkan dengan gelas yang bertebaran di sana sini plus piring yang menumpuk, kenapa seperti itu? Jawabannya adalah karena sebagian besar penghuninya adalah pria. Karena hari pertama bimbel dan masih berusaha mengingat-ingat setelah lampu merah ke berapa tempat bimbingan belajarku berada. Berlari keluar dengan kos kaki di tenteng. Dan akhirnya harus menunggu sepu dari dari om ku itu (itung-itung kalu hilanng kan tidak sendiri). Naik pete2 warna biru dengan garis warna merah dengan tulisan 05 (kampus unhas). Katanya naik yang itu biar tidak belok-belok dan cepat sampai. “Kiri pa…..” teriakan lantang yang mengakhiri deg-deganku mencari-cari tulisan bimbingan X pada setiap gedung yang kulewati. Dan ingtanku setelah lampu merah langsung dapat tempat itu ternyata lampu merahnya banyak dan baru ketemu setelah lampu merah ke 4. keren sejauh itu hatiku tak karuan plus keringat dingin.
Hari pertama di kelas bimbingan intensif dengan 15 oarang teman yang 80% berasal dari Makassar. Oh god, namun semua dapat kuatasi dengan senyuman dan sedikit SKSD ”tapi juga sedikit memalukan harus jalan dengan sepupu yang jadi di anggap lain”. Hingga bertemu dengan seorang teman dari ambon dan dua orang teman dari jenneponto.
“Akhirnya terbebas dari itu juga”
Dan kemudian hari-hariku berjalan seperti biasanya, ala biasa akan terbiasa …begitu yah bunyi pantunnya. Dan hanya butuh keberanian untuk keliling Makassar mengenal Makassar sendiri. Hanya perlu hafal pete-pete dan jalurnya (dengn sendirinya). Jadi tidak hilanng deh.
Sebulan tidak terasa, aku sudah merasa menjadi bagian dari rumah cendrawasih 395 A. terbiasa dengan tidur bertiga di ranjang no 2 tidur ala ikan pangggang. Sekali goyang langsung terguling.
Cendrawasih krew:

T ‘ijum
T ‘uthe
T ‘anti
T ‘cuti
K sula
K tini
T ahmad
T falli
T ool
T ma’ruf
Kk sam
Plus Sukur

*”Hargailah setiap Part di bagian hidupmu hingga suatu saat kamu akan merindukannya dan mengharapnya kembali, namun kenangan itu tidak akan kembali dan hanya akan tetap menjadi kenangan.”